Eps 28 | Kisah Layla dan Majnun
Halo selamat datang kembali di brebes.net kali ini kita akan melanjutkan kembali kisah Laila dan Majnun Apa yang dilakukan Majnun setelah mendengar cerita Salim untuk mengetahui kisah selengkapnya artikel ini sampai selesai Majnun mendengarkan cerita Salim dengan penuh perhatian ketika pamannya telah menyelesaikan kisahnya Majnun tampak sangat senang Ia tertawa lebar seperti sebelumnya melompat-lompat naik turun dengan ceria berbicara riang tentang teman-teman hewannya serta petualangan yang telah mereka lalui bersama namun kemudian pikirannya tertuju pada ibunya dan wajahnya tampak suram sambil menangis Ia bertanya Bagaimana mungkin aku tak pernah memikirkan Ibuku selama ini ibuku yang malang bagaikan burung dengan sayap-sayap patah
Katakan padaku bagaimana kabar Ibuku Apakah ia baik-baik saja ataukah kesedihan telah melemahkannya aku adalah budaknya wajahku telah dicoreng oleh rasa malu begitu besarnya rasa maluku hingga aku tak berani mendekatinya Meskipun begitu Aku sangat ingin melihat wajahnya yang cantik itu sekali lagi kemudian saling memutuskan untuk membuat keinginan majunan terpenuhi lagipula mungkin ibunya dapat membujuk putranya yang membangkang ini untuk kembali pulang ke rumahnya dan juga kembali ke perlindungan sukunya meskipun Majnun Hidup bagaikan hewan liar ia tetaplah manusia dan Bukankah manusia sepatutnya berkumpul dengan sesama manusia Baiklah akan Kubawakan ibumu kemarin kata Salim begitu ia pergi Ia memang menepati ucapannya Beberapa hari kemudian ia kembali ke tempat persembunyian Majnun dengan membawa ibunya tak membutuhkan waktu lama bagi si wanita tua itu untuk mengenali putranya tapi pada saat itu pula hatinya hancur betapa mawar muda itu telah layu betapa gelapnya masa muda putranya begitu Ia berlari mendekati putranya hewan-hewan liar peliharaan majunun mulai menggeram tapi ia tak merasa takut pada hewan-hewan itu Apalah artinya hewan-hewan liar itu baginya
pikirannya hanya tertuju kepada putranya yang malang dan tak bahagia ia memeluk putranya terisak dan menarik nafas panjang membelai lembut pipi serta rambut putranya dengan jemarinya yang lemah dengan cinta tanpa syarat yang hanya bisa diberikan oleh seorang ibu ia menutup masa lalu serta ketidakadilan yang telah dideritanya dan meletakkannya di tangan putranya ia berada di sana saat putranya membutuhkannya tanpa pertanyaan tanpa persyaratan terikat kepadanya oleh ikatan kelembutan hati dan perhatian yang ada di antara mereka dengan air mata membenciri mata mereka ia mengusap wajah putranya wajah yang begitu dikenalnya namun sekaligus asing dari lipatan gaunnya ia mengambil sisir dan menyi rambut putranya yang kusut tak geruan seolah ia hanyalah seorang bocah lelaki kecil sang Ibu berbisik di telinga putranya sambil membelai-belai pipinya ia membalut luka-luka di tubuh putranya yang diakibatkan oleh Duri serta bebatuan perlahan makhluk liar itu mulai tampak kembali seperti Qais yang dicintainya si bocah riang yang dulu dikenalnya hartanya yang paling berharga yaitu putranya sambil mengusap air matanya ia mulai berbicara Putraku tersayang Apa yang harus kulakukan kepadamu Apakah bagimu hidup tak lebih
dari sebuah permainan cinta yang sangat panjang ayahmu telah terjatuh oleh pedang kematian sebuah pedang yang kini juga Tengah menghantuiku Namun demikian kau masih juga memabukkan dirimu dengan minuman yang penuh dengan kesenangan masa muda Berapa lama lagi hal ini akan berlangsung ayahmu meninggal karena kesedihannya dan aku akan segera mengikutinya dengan cara yang sama Percayalah Tidakkah kau ingin mengembalikan akal sehatmu demi Allah kembalilah pulang denganku dan akhirilah penderitaan ini Ambillah pelajaran dari para burung dan hewan-hewan di alam liar ini Bukankah mereka semua kembali pulang ke sarang mereka saat malam tiba Bukankah itu sebuah contoh yang sepatutnya kau tiru Berapa lama lagi kau akan menjauhkan dirimu dari dunia ini Berapa lama lagi kau akan berkelana di alam liar ini tanpa tidur maupun ketenangan Hidup adalah sebuah kisah dan tangisan dalam beberapa hari semuanya akan berakhir kembalilah sekarang selagi kau bisa dan berikan dirimu ketenangan kumohon kepadamu untuk apa kau jadikan gua kotor ini sebagai rumahmu Apakah bagimu gua beserta isinya ini lebih memperhatikanmu daripada kami ular-ular itu akan menggigitmu dan kemudian
ketika kau mati burung kering akan memakan tulang belulangmu tinggalkan mereka dan kembalilah denganku jangan lagi kau siksa jiwamu yang malam ini jiwamu bukanlah batu yang dapat bertahan terhadap kuat hanya berbagai elemen hatimu juga bukanlah batu karena memang kau tak terbuat dari batu biarkan jiwamu beristirahat dan berikan ketenangan untuk hatimu kembalilah denganku kata-kata ibunya menyengatnya bagaikan sekumpulan lebah namun Majnun tetap tak mengubah pikirannya di sinilah ia berada dan di sini pulalah ia akan tinggal ia meraih tangan Ibunya dan berkata dengan lembut ibuku tersayang aku seolah menjadi mutiara yang telah menyiksa tiram aku menyadari hal ini dengan sangat baik namun aku tak dapat melihat adanya pilihan lain apakah salahku jika demikian keadaanku memang sangat menyedihkan tapi aku tidak merengkuh takdir dengan sukarela kita berjuang dan berusaha keras dan Apa hasilnya masing-masing orang harus menjalani apa yang telah digariskan kepadanya Ibu harus tahu bahwa aku tak pernah menerima ataupun menolak cintaku dengan begitu saja penderitaan serta penyiksaan bukanlah pilihan untuk kutolak maupun Kuterima dengan begitu kumohon agar ibu tidak memaksaku untuk kembali
pulang Ibu mengatakan bahwa jiwaku bagaikan burung yang harus dibebaskan dari sangkarnya tapi Tidakkah Ibu lihat bahwa sangkar ini sesungguhnya adalah cintaku Bagaimana mungkin aku bisa selamat darinya Dan bila aku kembali pulang dengan ibu maka aku akan menyerahkan diriku kepada sebuah jebakan baru karena yang Ibu sebut sebagai rumah merupakan penjara bagiku penjara yang sudah pasti akan membuatku mati cintaku adalah rumahku di tempat lain aku hanyalah sosok asing jadi tinggalkan saja aku ibuku tercinta dan jangan memaksaku aku tahu betapa tidak bahagianya ibu melihat penderitaanku aku tahu betul tentang itu Tapi semua ini tak dapat ku elakan yang bisa kulakukan hanya memohon maaf kepada ibu kemudian Majnun menunduk lalu mencium kaki ibunya dan memohon maaf tak ada yang dapat dikatakan maupun dilakukan oleh wanita tua itu ia hanya manis dengan sedih kemudian mengucapkan selamat tinggal kepada putranya dan kembali pulang dengan adik laki-lakinya Salim waktu berlalu namun perpisahan bukanlah sesuatu yang dapat dihadapi dengan mudah oleh perempuan tua itu perlahan ia menjadi sosok asing di rumahnya sendiri baginya rumah itu bagaikan penjara seperti yang telah diucapkan oleh Majnun
kepadanya hasratnya untuk hidup semakin melemah hingga di suatu malam jiwanya terlepas dari penjara keberadaan duniawi dan terbang menyusul Suaminya ke dunia lain sekali lagi sang pengendara Agung matahari beranjak menuju arena luas tempat berputarnya langit rivalnya yang berjubah keperakan bintang menjadi pucat dan bergegas kembali ke timur Sinar Sang Penguasa terlalu berlebihan bagi cangkir kristal malam yang bergetar hingga pecah menuangkan anggur dan mengubah langit menjadi keunguan dari ujung ke ujung dengan demikian datanglah pagi dan lahirlah sebuah hari baru Majnun duduk sendirian jauh dari manusia-manusia lainnya mendendangkan Ode demi Ode dalam kesendiriannya baginya malam maupun siang sama sekali tak ada artinya seorang pria dalam kondisinya tak pernah mencatat berlalunya hari ia adalah
seorang asing bagi peristiwa-peristiwa yang terjadi di dunia nyata ia takkan pernah tahu bahwa ibunya telah pergi meninggalkan dunia jika pamannya yang datang membawakannya makanan serta pakaian tidak menyampaikan berita itu kepadanya Salim memegang bahu keponakannya dan dengan pelan berkata selama hidupnya ibumu telah menderita karena kesedihannya Dan kini ia telah meninggal dunia ia sudah mempersiapkan kematiannya karena itu ia telah mengucapkan selamat tinggal kepada penderitaan untuk menuju tempat yang lebih baik kau tidak berada di sisinya ketika ia pergi namun pikirannya hanya tertuju kepada menjelang kematiannya ia sangat merindukanmu sama seperti yang dia rasakan oleh ayahmu sebelum ia meninggal Majnun merasa perutnya bergejolak oleh hantaman tak terlihat dan ia menahan nafas lalu dengan tekanan
di hatinya ia mencakar wajahnya dengan kuku-kukunya yang bergerigi ia melompat-lompat sambil berteriak bagaikan banci dan bergegas menuju makam ibunya yang berada di sebelah makam Ayahnya di sana ia membenamkan wajahnya di tanah tempat ayah dan ibunya terbaring dan menunggu tiba saatnya untuk ditanyai oleh para malaikat di hari kiamat tangisannya terdengar sampai di surga dan air matanya cukup untuk membuat banjir gurun namun ia mengetahui
apa yang telah kita semua ketahui tak ada tangisan dan air mata yang dapat mengembalikan apa yang telah diambil oleh Allah mereka-mereka yang mendengar ratapannya pasti akan merasa iba keluarga serta para anggota sukunya bergegas ke Sisinya mereka semua tak tega melihatnya hancur karena keputusan Terimalah rasa simpati kami kata mereka kesedihanmu adalah kesedihan kami juga dan rumah kami adalah rumahmu juga Kembalilah dan tinggallah bersama kami karena di sinilah kau seharusnya berada Tetaplah bersama kami dan jangan pergi lagi Majnun hanya menanggapinya dengan sebuah rekan dengan suara kecil ia berterima kasih kepada semua orang atas kebaikan mereka namun ia menolak tawaran tersebut dan mengatakan bahwa ia
hanyalah seorang tamu di sana tak ada sesuatu maupun seorang pun yang dapat menahannya tempat itu bukanlah rumahnya lagi keluarga serta teman-temannya kini adalah sosok asing baginya ia mengucapkan selamat tinggal kepada mereka dan kembali ke pegunungan tempat teman-teman sejatinya berada dan menantinya hanya di pegununganlah terdapat cukup tempat untuk hati sedihnya hanya di sanalah langit cukup luas untuk menampung barat bebannya selama sekilas saja ia kembali berada di dunia nyata namun kini ia harus kembali Ia berlari bagaikan badai yang digerakkan oleh angin gurun dan Apalah artinya kehidupan manusia jika bukan sebuah sambaran halilintar dalam kegelapan seolah kehidupan itu tak ada artinya bahkan jika kehidupan itu berlangsung selama 1000 tahun dibandingkan dengan Keabadian yang tak terbatas maka kehidupan itu akan sama saja dengan satu kedipan mata dari permulaan hidup telah menunjukkan segala kematian hidup dan mati terjalin bagaikan sepasang
kekasih lebih dekat daripada Saudara kembar siam wahai manusia Seberapa lama lagikah kau akan menarik benang itu di hadapanmu untuk Berapa lama lagi kau akan menolak untuk melihat segala sesuatu sebagaimana mestinya tiap-tiap butir pasir menilai diri mereka sendiri berdasarkan kriteria menggunakan panjang dan luas sebagai ukuran di dunia ini namun jika disandingkan dengan pegunungan maka ia tak akan berarti apa-apa manusia hanyalah butiran pasir tawanan di dunia penuh ilusi kau harus memecahkan memiliki penjaramu dan terbebas darinya kau harus membebaskan dirimu dari dirimu sendiri dan juga dari seluruh manusia kau harus belajar menerima bahwa apa yang kau anggap sebagai realitas sesungguhnya bukanlah sesuatu yang nyata dan bahwa kenyataan itu adalah sesuatu yang sama sekali lain sekian artikel kali ini Terima kasih sudah membaca artikel ini jangan lupa share ke yang lainya yah semoga jadi ladang amal kebaikan wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Posting Komentar untuk "Eps 28 | Kisah Layla dan Majnun"